Mengakrabi kematian

Kematian agaknya nampak begitu menakutkan. Namun bagaimana jadinya bila kematian yang menakutkan itu berdiri di depan mata dan siap menggandeng kita kapan saja untuk meninggalkan dunia ini. Adakah jalan yanglebih indah dalam mengisi waktu menanti detik detik terakhir kita hingga menemui ‘jodoh’ sejati kita yang bernama kematian?
Dalam novel karya Sinta Ridwan, penulis sekaligus odapus-penderita systemic lupus erythematopus atau yang lebih akrab di telinga dengan nama lupus-mencoba menyuguhkan perjuangannya menghadapi ancaman penyakit yang tak kalah mematikan dari HIV/AIDS yang hingga saat ini belum ditemukan obatnya.

Berperan sebagai ‘aku’ dalam tulisannya yang berjudul Berteman Dengan Kematian: Catatan Gadis Lupus, Sinta menggambarkan dirinya sebagai seorang gadis centil dengan bibir mungil dan berambut kriting yang terlahir dari sebuah keluarga sederhana di kota cirebon 26 tahun silam.
Penulis: Sinta Ridwan•Penerbit: Ombak, 2011•Tebal: 363 halaman
Dia memulai ceritanya dengan flash back masa kecil sejak lahir hingga suatu ketika tanpa sengaja mendapati ibunya tengah berpelukan dengan pria lain yang kerap dia panggil om. Memasuki masa remaja dia adalah seorang yang aktif diberbagai kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Anggota Amarilis Pramuka, softball, hingga pasukan pengibar bendera di kota cirebon.

Semasa SMP dia terpilih menjadi anggota Amarilis Pramuka angkatan VII hingga tergabung dalam team softball di Cirebon yang menjadikannya sebagai anggota termuda.Namun semenjak dia aktif diberbagai kegitan tersebut tubuhnya juga mulai sakit sakitan.
Di bangku SMU pada tahun 2001 dia terpilih sebagai anggota pasukan pengibar bendera di kota Cirebon selain itu dia masih tetap aktif di team softball kebanggaannya, satcheell peace. Dibalik prestasi yang dia dapatkan di luar rumah, Sinta tak lebih merupakan remaja dengan sifat individualistik yang tinggi sekalipun dia cukup memiliki relasi yang luas.

Dia selalu acuh terhadap keadaan keluarganya. Sifat Sinta pada dasarnya dipengaruhi oleh kondisi keluarganya yang tak lagi harmonis, kaku, dan kerap kali terjadi pertengkaran. Kondisi keluarganya semakin hari semakin berantakan. Dia lagi lagi mendapati ibunya selingkuh, ayahnya sering kali berniat untuk bunuh diri dan membunuh seluruh anggota keluarga.

Bahkan sekali waktu Sinta mendapati ayahnya tengah mencoba membakar diri di kamar. 15 oktober 2001 Sinta harus kehilangan pacar kecil dan sahabat terbaiknya, Siti moe moe, dengan cara yang tak pernah disadari oleh Sinta sebelumnya.

Rentetan kondisi tersebut membuat sifatnya semakin tak terkendali. 14 februari 2005 seolah menjadi babak baru atas pesakitan Sinta, nampak keanehan dalam darahnya saat test darah sebelum dia melakukan donor darah. Seketika dr. Tresna, dokter yang menangani Sinta dibuatnya bingung.
Selanjutnya sinta dibuat untuk memeriksakan darahnya berulang kali mulai dari profesor ahli darah hingga akhirnya dia bertemu dengan dr. Amay di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Dia pun sempat tergantung dengan obat folid acid dan methyl prednisolonsampai suatu ketika memilih untuk ‘memberontak’.
Membaca catatan pribadi ini seolah kita diajak untuk menjelajahi kehidupan Sinta yang tak mudah bagi umumnya masyarakat. Besar dalam lingkungan broken home dan divonis mengidap penyakit yang berlambang kupu-kupu tersebut seolah menyingkat jalan cerita Sinta di masa produktifnya.

Status odapus yang melekat padanya tidak serta merta menjadi alibi untuk bergantung pada orang lain.Bergulat dengan berbagai kondisi batin, Sinta menunjukkan bahwa dia mampu survive dan mewujudkan mimpinya untuk melanjutkan kuliah di program pascasarjana UNPAD.


Sekalipun mengangkat tema yang tak umum dan menyandang predikat best seller beberapa catatan perlu diperhatikan untuk buku ini. Dalam beberapa paragraf awal seolah kita dijejali dengan rentetan deskripsi masa lalu sinta yang terlalu personal untuk diketahui oleh khalayak. Pemilihan kata ganti ‘aku’pun agaknya cukup terasa menyesakkan.

Berebut Nyale Jelmaan Putri Mandalika

Awal Ferbuari 2015 rasanya sayang melewatkan festival Bau Nyale yang berlangsung di Lombok Nusa Tenggara Barat. Bagi masyarakat Lombok khususnya suku sasak, festival tersebut pesta sekaligus upacara yang memiliki kesakralan yang tinggi atas kisah yang melegenda dari Putri Mandalika. Bau nyale yang merupakan kata dalam bahasa sasak ini memiliki arti mencari cacing laut.

Cacing laut ini terbilang istimewa karena tidak mudah dijumpai. Sebab, cacing laut dalam satu tahun hanya muncul di permukaan laut beberapa kali saja. pada perayaan itu, suku sasak dan masyarakat sekitarnya akan beramai-ramai menangkap nyale di sepanjang pesisir pantai Lombok. Kisah legendaris yang tidak bisa dipisahkan dari perayaan ini yaitu kisah putri mandalika. Putri yang digambar perempuan yang cantik jellita dari pasangan Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting.

Kiprah Kampoeng Pernak-Pernik dalam Menggiatkan Kerajinan Pita

Order Hingga Dubai, Workshop Sampai Papua

Jangan remehkan kekuatan ibu-ibu. Tengok saja para perempuan yang tinggal di Babat Jerawat, Benowo. Kiprah warga yang tinggal di pinggiran Surabaya itu mampu bergaung melintasi batas negara.

 
RABU sore (19/2) hujan. Dingin. Tapi, garasi rumah Yenni Wahyu Wulandari terasa hangat dan gayeng. Dua puluh lima perempuan aktivis Kampoeng Pernak-Pernik berkumpul di tempat tersebut. Katanya, garasi itu memang satu-satunya tempat paling nyaman untuk beraktivitas bagi anggota komunitas kreatif tersebut. Sore itu rinai air dari langit tak mampu menghalangi kegiatan tersebut. Tak ada seorang pun perempuan yang absen.

''Hanya Rabu minggu kedua dan keempat kami kumpul,'' ungkap Yenni, ketua RW 8 sekaligus ketua kelompok.

Sembari bicara, tangan Yenni tidak pernah diam. Jemarinya terlihat asyik berkutat dengan jarum dan kain yang dibawanya. Lincah sekali. ''Kalau sudah biasa gini, kadang pandangan nggak melulu fokus,'' ungkapnya. Betul juga. Tak seberapa lama -walau seolah-olah enggak fokus menyulam- tiba-tiba dia sudah bisa menghasilkan gambar.

Kain blacu krem itu perlahan tapi pasti mulai dihiasi pola bunga. Dalam sekejap, tampak daun-daun menghijau pada kain tersebut. Tanpa menunggu waktu lama, bunga-bunga berwarna kalem juga bermekaran. Indah dan tertata rapi.

Sebagian besar anggota yang hadir juga mendemonstrasikan ''sulapan'' yang sama. Tangan mereka yang lincah bisa menghadirkan pola-pola elok pada kain.

Anggota komunitas tersebut beragam. Ada ibu-ibu paro baya seumuran Yenni. Banyak pula remaja putri karang taruna. Mereka membaur tanpa canggung.

Di antara mereka, tampak Dina Lestiana. Sambil bersila, dia menatap kertas yang lantas dijadikan kanvas sketsa bunga. ''Dari kertas ini, gambar akan dijiplak di atas kain untuk disulam,'' terangnya.

Yenni yang juga pengurus PKK bercerita bahwa Kampoeng Pernak-Pernik tak terbentuk begitu saja secara mudah. ''Untuk modal awal, kami harus utang Rp 4 juta,'' katanya.

Utang yang akhirnya didapat dari koperasi itu memang tak bisa dihindarkan. Usaha yang dirintis bersama para ibu di RW-nya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Utang tersebut tidak hanya untuk membeli bahan. Melainkan juga untuk membeli langsung hasil olah tangan komunitas tersebut.

Anggota komunitas pun bukan para perajin sulam. Sebagian besar ibu rumah tangga itu justru memulai usaha sebagai pembuat aksesori, misalnya pin dan jarum pentul.

Saat komunitas tanpa nama tersebut mulai berjalan, datanglah Tri Rismaharini, wali kota Surabaya. Dialah yang lantas ''membaptis'' komunitas itu sebagai Kampoeng Pernak-Pernik. Sejak kunjungan tersebut, Yenni dan anggota komunitas kian fokus sebagai perajin sulam pita, bukan lagi pin dan jarum pentul hias.

Ganti nama itu terbukti mendatangkan rezeki. Berbagai tawaran pameran datang bergiliran. Hingga akhirnya, karya mereka tercium Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Surabaya. Kampoeng Pernak-Pernik diundang berpameran di Puspa Agro pada September 2011.

Karya tangan sulam pita yang kemudian berbentuk tempat tisu, sarung bantal, maupun tudung saji mengantarkan mereka berpameran pada ajang bergengsi internasional. Tujuh bulan setelah perhelatan di Puspa Agro itu, datang undangan dari International Handicraft Trade Fair (Inacraft).

Tentu undangan itu bikin kaget. Sebab, mereka masih merasa sebagai komunitas anyar yang belum banyak kiprah. "Tempat pameran di Jakarta Convention Center (JCC) pun guedheee... Saking luasnya tempat acara, saya bingung cari pintu keluar,'' timpal seorang anggota. Rekan-rekannya menyahut dengan tawa berderai.

Prestasi Kampoeng Pernak-Pernik bukan cuma itu. Bersama komunitasnya, Yenni berhasil menyabet jawara pada ajang Pahlawan Ekonomi 2012. ''Dapat kategori Best of the Best,'' ujarnya. Berkat event tersebut, komunitas itu mendapat hadiah Rp 30 juta. Tidak semuanya cash.

Gaung Kampoeng Pernak-Pernik akhirnya juga membubung jauh keluar dari Benowo. Suatu saat, ketika Yenni sedang sibuk memilih pita yang akan disulam, dirinya kedatangan tamu perempuan. Aksennya jelas bukan orang Jawa. Khas Indonesia Timur. Tak sekadar melihat-lihat, tamu itu meminta Yenni beserta komunitasnya mengadakan pelatihan ke Papua Barat.

Yenni baru ngeh bahwa tamu perempuan itu orang penting tatkala bertemu dengan ajudan perempuan tersebut di luar rumah. ''Ternyata, dia istri gubernur Papua Barat. Kalau asistennya tidak bilang, saya juga nggak tahu,'' kisahnya.

Hingga sekarang, dia belum menjawab tawaran itu. Sebab, Yenni dan anggota komunitas lain tidak bisa jauh dari keluarga dalam jangka waktu yang lama. "Padahal, akomodasinya sudah ditanggung semua. Kalau mau, tinggal berangkat," ucapnya.

Kini dia bersama kelompoknya tengah sibuk menyelesaikan order ke Dubai dan Pakistan. Pesanan seperti itu, bagi Yenni, bukan hal baru. Selain melayani permintaan pelanggan dari berbagai daerah melalui online shop, dia kerap mendapat order dari istri-istri pejabat lain. "Kemarin-kemarin dapat pesanan dari bupati Jombang dan Nganjuk," jelasnya.

Yenni berharap Kampoeng Pernak-Pernik bisa membuat ibu-ibu di wilayahnya berkarya. "Minimal dengan kegiatan ini, tak perlu lagi minta uang dandan ke suami," ucapnya sembari tersenyum.

Salah seorang anggota komunitas itu juga mengatakan bahwa sulam-menyulam tersebut bisa membantu finansial keluarga. Beberapa orang bahkan bisa membeli kendaraan bermotor.

Yenni berharap komunitas tersebut bisa memunculkan komunitas kreatif lain di kampungnya. Dengan begitu, karya kerajinan tangan di lingkungannya itu semakin beragam dan kaya. "Bagi kami, itu bukan saingan," ujarnya

Komunitas Penggemar Wotagei, Tarian Anyar Khas Negeri Sakura

Urban culture memang akan selalu menjadi bagian kehidupan remaja metropolis. Salah satunya adalah wotagei, jenis dance baru dari Jepang. Tak tanggung-tanggung, komunitasnya pun melengkapi aktivitas mereka dengan properti yang diimpor langsung dari Negeri Sakura itu.

PULUHAN remaja bergerak berbarengan di halaman Balai Pemuda, Sabtu malam (8/3). Badan mereka lentur. Kaki bergerak dengan tegak dan mantap. Secara teratur, tangan mereka berputar-putar ke kanan dan kiri. Jika diperhatikan lebih lanjut, gerakan itu terlihat seperti ekor ikan yang sedang dikibas-kibaskan. Mereka menyebut gerakan tersebut sebagai over action dolphin (OAD). Itu adalah salah satu gerakan baku pada wotagei.

Sembari menari, tangan mereka seolah membentuk garis-garis cahaya dalam temaram malam. Ya, sebentuk light stick mereka genggam pada kedua tangan. Para penari itu pun terlihat seperti diselimuti cahaya saat bergerak-gerak.

Delapan Dekade Pertahankan Patron dan Prinsip Handmade




Mempertahankan kualitas itu bukan perkara mudah. Apalagi tatkala kualitas itu terus berjalan seiring dengan tradisi yang sudah berumur lebih dari 80 tahun

JALAN Pahlawan sudah beda banget dibandingkan era 1930-an silam. Kawasan yang dulu dinamai Jalan Besar itu dipenuhi deretan tailor. Tak pelak, semasa Belanda berkuasa, para pejabatnya kerap menyambangi Jalan Pahlawan kalau ingin memesan setelan jas.

Di antara ratusan tailor tersebut, ada nama Bie Hin. Ketimbang para rekan sejawatnya, Bie Hin dianugerahi umur panjang. Ia sangat legendaris. Identitasnya sebagai handmade custom tailor pun masih kukuh hingga kini. ’’Mungkin, hanya (Bie Hin) ini yang tersisa,’’ gumam Jeremiyah Jony, generasi ketiga Bie Hin yang sekarang memegang tampuk bisnis keluarga tersebut.

Memasuki gerai Bie Hin Taylor memang bak menelusuri lorong waktu. Berbagai perabot masa lampau terpajang rapi. Sejumlah maneken dengan tiang penyangga tiga kaki berjajar memamerkan setelan jas klasik.

Bagian kanan dan kiri ruang tersebut juga menguarkan aroma jadul. Tumpukan bahan-bahan kain yang didominasi warna gelap berderet berjejalan memenuhi rak dua tingkat. Di sudut lain, ada deretan pakaian yang menggantung. Setelan jas mulai vest, jas dengan beberapa desain, hingga beberapa potong celana menunggu untuk dipilah-pilah.

Jeremiyah yang ditemani anaknya, Abraham Setiawan, yang sekaligus menjadi penerus usaha keluarga itu melanjutkan ceritanya. Katanya, di zaman Belanda, Bie Hin yang ketika itu masih dikelola mendiang Yong Ming Tjong memang jadi jujukan pejabat kolonial. Jeremiyah sendiri tak mampu memastikan level jabatan para pejabat itu. Tapi, setidaknya, mereka dari kalangan pejabat menengah ke atas.

Tidak hanya pejabat-pejabat pemerintah Hindia Belanda yang mampir. Di era kemerdekaan hingga Orde Baru, banyak pejabat Jatim atau nasional yang jadi klien Bie Hin. Terlebih, kala itu Bie Hin sudah kondang mengikuti berbagai even peragaan busana di luar negeri.

Jejak itu masih terasa pada sejumlah foto yang tergantung di dinding ruangan tailor tersebut. Misalnya, terlihat mantan Kapolda Jatim Mayjen Pol—kini Irjen Pol—(Purn) Emon Rivai Arganata. Mantan Gubernur Soelarso pun salah satu klien Bie Hin.

Tak hanya tingkat provinsi, pejabat kalangan kabupaten pun ikut mencicipi produk Bie Hin. Misalnya, orang nomor satu di Sidoarjo pada 1985-1990, Bupati Kol Art Soegondo. ”Ada juga Bupati Gresik dan pejabat-pejabat lainnya yang sudah tidak saya ingat namanya,” sambung Jeremiyah.

Bahkan, dulu, karyawan Jawa Pos, kata Jeremiyah, juga pernah memesan 50 setel jas yang akan digunakan ke luar negeri. ’’Wah, tahunnya saya tidak ingat,’’ ungkapnya.

Puluhan tahun bergulir tidak banyak hal yang berubah dari penjahit jadul tersebut. Hal yang hingga kini masih terus dipertahankan adalah patron. Itu adalah pola paten yang bentuknya tak berubah sejak dulu sampai sekarang. Bentuknya adalah lipatan koran serupa potongan setelan celana. ”Ya ini adalah patron. Dari dulu sampai sekarang ini yang tidak berubah,” sambung Abraham, anaknya.

Abraham menjelaskan sebelum potong memotong kain, patron-lah yang pertama kali dibuat. Dia menyebut patron memang sengaja dibuat untuk memastikan presisi potongan kain sebelum disulap menjadi sepotong jas maupun setelan lainnya.

Patron itu memang harus tetap dipertahankan karena setelan individu tiap orang tidak sama. Itulah yang menjadikan tailor tersebut menonjolkan prinsip customized bagi para kliennya.

Selain itu, sebisa mungkin Bie Hin tetap menggunakan metode handmade. Prinsip mereka, selama pengerjaan dengan tangan jauh lebih halus hasilnya bila dibandingkan dengan mesin, maka handmade akan tetap dipertahankan.

Karena itu, harga produk Bie Hin tak pernah ada yang murah. Paling sedikit adalah Rp 3 juta. Yang paling mahal bisa di atas Rp 10 juga.

Pembuatannya memang menggunakan bahan yang telah disediakan tailor. Jenis kain yang ingin dipakai pun dapat dipilih sendiri sesuai keinginan si pemesan. ”Bahan yang dipakai diimpor langsung dari Italia dan beberapa negara fashion lainnya,” imbuh Abraham.

Pria yang baru saja menamatkan studinya tentang men’s wear di Singapura itu juga pernah membuat jas yang sangat spesial. Yang memesan adalah salah satu kerabat pejabat nasional. Harganya Rp 30 juga. Yang membedakan, tentu, bukan cuma harganya. Menurut Abraham, jas itu memang unik karena bahannya adalah serat nanas. Kain tersebut diolah oleh perajin di Pekalongan yang memang kondang dengan batiknya.Kini gerai asli Bie Hin di Jalan Pahlawan sudah sempit. Bisnis keluarga yang dirintis mendiang Yong Kong pada 1928 (secara resmi disebut berdiri pada 1930) itu sudah tersebar di beberapa lokasi.

Abraham selaku penerus usaha keluarga tersebut ke depan berharap bisa melebarkan sayap hingga ke ibu kota. Dengan sentuhan modern Abraham dan pengalaman Jeremiyah yang kaya, duet itu berharap bisa menjawab permintaan fashion modern dengan kreasi yang menjaga kualitas secara turun menurun.

Hari Pertama Nge-Kos

Sebenarnya bukan kali pertama tinggal di perantauan dan jauh dari rumah. Terhitung sudah dua kali setelah saat SMA dulu tinggal di Nganjuk dan 4 tahun lalu kuliah di Jogja. Kali ini untuk tuntutan kerja saya pun akhirnya tinggal di Surabaya.

Awal mencari kos-kosan yang terbayang dalam benak saya adalah mencari tempat tinggal yang dekat dengan kantor tempat berkerja. Pertimbangan itu didasari karena masa job training yang banyak dihabiskan di kantor dan saya yang belum mengenal betul jalanan surabaya. Terpilih lah kos-kosan sederhana berlantai keramik di daerah Wonocolo Pabrik Kulit untuk saya tempati. Tidak butuh waktu lama mencari tempat kosan ini. Ketika saya mulai mencari, bertanya pada beberapa warga sekitar, dan kebetulan ketemu kosan tersebut tak berpikir lama saya putuskan untuk menyewanya. Dengan mahar Rp. 300 ribu saya pun berhak menempati kamar dengan ukuran yang cukup beserta kasur dan lemari.

Awal Seleksi

Mengawali tahun 2014 ini terasa sedikit berbeda. Pasalnya setelah melepaskan status sebagai mahasiswa pada agustus lalu, di awal tahun baru ini perlahan tapi pasti berstatus sebagai pegawai profesional.

Bukan hal yang pernah kami bayangkan sebelumnya akan diberikan kesempatan untuk bergabung dengan keluarga besar Jawa Pos sebagai reporter. Berbekal informasi rekrutmen yang diberikan salah seorang rekan dan halaman koran yang menampilkan tawaran wartawan, kami pun menyusun berkas-berkas yang disyaratkan untuk melamar. Di awal desember hasil seleksi berkas itu dimuat di koran dan sekitar 67 orang dinyatakan berhak mengikuti seleksi tahap II tes tulis dan wawancara dengan para stake holder dan redaktur. Seleksi tes tulis berupa mendeskripsikan berbagai peristiwa aktual nasional, ekonomi bisnis, olahraga hingga isu internasional. Selanjutnya disusul wawancara yang menanyakan seputar motivasi, pengalaman, serta wawasan jurnalistik. Sama sekali tidak ada pertanyaan baku saat itu, hampir masing-masing peserta mendapatkan berbagai pertanyaan beragam dan tak sama.

SM3T: Mengabdi di Ujung Negeri



Dipenghujung bulan oktober, Lab. BK kembali mengadakan Jurnal Club yang bertemakan SM3T. Mengangkat judul kegiatan SM3T: Mengabdi di Ujung Negeri kegiatan tersebut berjalan dengan lancar dan sesuai target. Kegiatan yang berlangsung di Abdullah Sigit Hall pada jumat 25 Oktober kemarin dihadiri sekurang-kurangnya 50 peserta yang berasal dari berbagai fakultas di UNY. Selama kegiatan tampak peserta mengikuti penyampaian materi dengan seksama.

Jurnal Club Oktober : Drawing Therapy



Ibu Farida ketika memberikan pengatar Drawing Therapy

Laboratorium Bimbingan dan Konseling UNY kembali menggelar Jurnal Club Kamis, (kamis, 17/Okt). Agenda rutin bulanan untuk sesi ini mengangkat pelatihan Drawing Therapy. Peserta yang turut mengikuti agenda kali ini berasal dari sejumlah kampus di Yogyakarta seperti UAD, UPY, dan UNY sendiri.

Pada pembukaan acara, Farida Harahap, M.Si selaku ketua Lab. BK UNY mengungkapkan perkembangan ilmu khususnya terkait ke-BK-an mengalami keterlamabatan 10 hingga 15 tahun bila dibandingkan beberapa negera tetangga. Ia turut menyebutkan teknik-teknik yang selama ini dipakai untuk layanan BK monoton dan tak banyak berkembang.

Pelatihan Drawing Therapy yang dipimpin oleh Kurnia Puspita Anggraeni, salah satu asisten Lab. BK berjalan cukup kondusif. Peserta yang memenuhi ruang pelatihan diajak mengenal apa itu drawing therapy, penerapannya sebagai salah satu teknik bimbingan, serta belajar praktek secara langsung. Pada pelatihan tersebut Kurnia selaku trainer dibantu oleh asisten lab yang lain.

Catatan Agenda IMABKIN di Makassar

Talk show Ke-BK-an di Gedung UNM
sebelum dan sesudah kemerdekaan, mahasiswa telah mampu memberikan kontribusi terhadap negara ini. Mereka sering disebut sebagai kaum intelektual yang memiliki peranan di dalam masyarakat. Dalam tanggung jawab seperti demikian, makanya Antonio Gramscy memberikan label kepada mahasiswa sebagai Agen perubahan (Agen of Change). Perubahan yang dimaksudkan tentunya adalah perubahan yang konstruktif di segenap lini pembangunan bangsa, tidak terkecuali sektor pendidikan.

Belakangan ini, kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara kita sedang berada dalam masa yang cukup pelik. Krisis multidimensi yang dialami Indonesia memberikan efek yang signifikan di berbagai lini. Mulai dari politik, ekonomi, keamanan, tidak terkecuali sektor pendidikan. Kondisi ini tidak pelak menyebabkan dibutuhkannya mentalitas yang kuat dari segenap bangsa untuk menghadapi berbagai persoalan tersebut. Tidak terkecuali para generasi muda sebagai pelanjut estafet perjalanan bangsa.

Perguruan tinggi sebagai institusi negara yang menjadi dapur untuk mencetak para generasi penerus bangsa, dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas pendidikannya demi terealisasinya tujuan tersebut. Oleh karenanya, mahasiswa sebagai aset bangsa mengemban tanggungjawab untuk melahirkan gagasan- gagasan baru dari akumulasi pengetahuan yang mereka tempa di kampus. Dengan begitu, harapan akan terwujudnya cita-cita pendidikan nasional melalui kader-kader pendidikan ini dapat segera terwujud.

Ikatan Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Indonesia (IMABKIN) adalah satu-satunya organisasi mahasiswa bimbingan dan konseling di Indonesia yang telah terdaftar di DIKTI. Terbentuknya IMABKIN secara resmi di awali dengan pelaksanaan Kongres I IMABKIN pada bulan Desember 2007 di Jakarta. Semangat kekeluargaan antar mahasiswa BK se-Indonesia serta semangat untuk memperjuangkan profesi telah membawa IMABKIN sebagai wadah silaturrahmi mahasiswa Bimbingan dan Konseling seluruh Indonesia. Semangat itu pulalah yang sampai sekarang membuat IMABKIN tetap eksis dalam menjalankan agenda-agenda organisasinya. Sebagai Organisasi yang keanggotannya berasal dari background pendidikan, maka IMABKIN memiliki komitmen yang tinggi terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia.

Wujud dari komitmen itu dapat dilihat dari berbagai pelaksanaan kegiatan terkait pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling di berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia. Selain itu, Sejumlah kebijkan yang berasal dari pemerintah maupun lembaga yang terkait dengan pendidikan juga tidak luput dari pengawalan dan perhatian lembaga ini. Sehingga keberadaan IMABKIN ini dapat mewujudkan kiprah dan kontribusi optimal dalam system pendidikan nasional.

Atas dasar pemikiran itulah maka dipandang perlu untuk mengadakan Kongres III IMABKIN sebagai suatu agenda periodik untuk menguatkan kembali jalinan keorganisasian yang telah dicapai. Selain itu, memasuki hari lahirnya yang Ke-4 dipandang penting pula untuk menyelenggarakan kegiatan HARLAH IV sebagai salah satu langkah penguatan organisasi dengan mengenang kembali semangat historis berdirinya organisasi ini.

Adapun beberapa rangkaian kegiatannya adalah senin (5/Desember) diselenggarakan seminar nasional dengan Tema: Optimalisasi Program Bimbingan Karir, Upaya Mewujudkan Generasi Muda yang Berkarakter” dengan pemateri “Model-model Bimbingan Karir” oleh Dr. H. Abdullah Sinring, M.Pd (Ketua Jurusan PPB Pascasarjana UNM); “Strategi Layanan Bimbingan Karir Berwawasan Enterpreneurship” oleh Prof. Dr. Alimuddin Mahmud, M.Pd (Guru Besar BK UNM); “Tantangan, Peluang, dan Upaya Menyiapkan Enterprenuer Handal” oleh H. Andry Suryana Arief Bulu, SE, MM (Mantan Ketua HIPMI).

Malam harinya dilanjutkan dengan talkshow yang bertema ”Reorientasi Bimbingan dan Konseling Menuju Masyarakat Indonesia Yang Berkarakter.” Menghadirkan pemateri diantaranya Tamsil Linrung, S.Pd (Anggota Komisi X DPR RI) Prof. Dr. Djoko Santoso (Dirjen DIKTI), Prof. Dr. Prayitno, MSc. Ed. (Guru Besar BK UNP), Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd (Rektor UPI) yang diwakili oleh Prof. Uman Suherman, Prof. Dr. H. Mungin Edi Wibowo, M.Pd., Kons (Ketua PB ABKIN), Prof. Dr. Furqon, Ph.D (Ketua HSBKI) yang diwakili oleh Prof. Syamsu Yusuf, Drs. H. Abdullah Pandang, M.Pd (Ketua Forum Ketua Jurusan BK Se-Indonesia).
Hari selasa dan rabu diisi dengan Lomba Karya Tulis Ilmiah BK (LKTI BK) dan simulasi teknik konseling. 
Selama tiga hari (rabu hingga sabtu) bertempat di rumah Baruga Somba Upo kab. Gowa dilaksanakan kongres III IMABKIN dengan rangkaian kegiatan sidang pleno I, pleno II, dan Pleno III. Dari pertemuan itu dihasilkan AD/ART IMABKIN yang baru dan kepengurusan baru di tingkat pusat, yang selanjutnya disebut dengan Pengurus Pusat (PP), yang di ketuai oleh Syahril Ramadhan (UPI Bandung) dengan masa kepengurusan 2011-2013.




Salah satu sesi kongres di Benteng Sumba Opu

Delegasi dari UNJ dan UNS

Delegasi dari UNNES

Perwakilan dari UNY

Beberapa perwakilan dari UNS, UPI dan UNESA

Sesi Penghitungan suara Pemilihan Ketua PP IMABKIN

Sosiometri

Sosiometri adalah alat yang tepat untuk mengumpulkan data mengenai hubungan-hubungan sosial dan tingkah laku sosial murid (I. Djumhur dan Muh. Surya, 1985 ). Sosiometri adalah alat untuk meneliti struktur sosial dari suatu kelompok individu dengan dasar penelaahan terhadap relasi sosial dan status sosial dari masing-masing anggota kelompok yang bersangkutan ( Depdikbud, 1975 ). Sosiometri adalah alat untuk dapat melihat bagaimana hubungan sosial atau hubungan berteman seseorang ( Bimo Walgito, 1987 ). Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang hubungan sosial dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil sampai sedang (10 - 50 orang), berdasarkan preferensi pribadi antara anggota-anggota kelompok (WS. Winkel, 1985). Sosiometri adalah suatu alat yang dipergunakan mengukur hubungan sosial siswa dalam kelompok ( Dewa Ktut Sukardi, 1983 ). Metode ini awalnya dikembangkan oleh Moreno an Jenning. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pengertian sosiometri adalah suatu tehnik untuk mengumpulkan data tentang hubungan sosial seorang individu dengan individu lain, struktur hubungan individu dan arah hubungan sosialnya dalam suatu kelompok.

Skala Guttman



Skala ini dikembangkan oleh Louis Guttman. Skala ini memiliki ciri penting, yaitu skala ini merupakan skala kumulatif dan skala ini digunakan untuk mengukur satu dimensi saja dari satu variable yang multi dimensi, sehingga skala ini termasuk mempunyai sifat undimensional. Skala ini juga disebut dengan metode Scalogram atau analisa skala (scale analysis). Skala Guttman sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dari sikap atau sifat yang diteliti, yang sering disebut isi universal (universe of content) atau atribut universal (universe attribute). Sebagai mana skala Thurstone, pernyataan-pernyataan memiliki bobot yang berbeda, dan jika responden menyetujui pernyataan yang memiliki bobot lebih berat, maka diharapkan akan menyetujui pernyataan yang berbobot lebih rendah. Untuk menilai undimensionalnya suatu variable pada skala ini, diadakan analisis skalogram untuk mendapatkan koefisien reproduksibilitas (Kr), dan koefisien skalabilitas (Ks), dimana jika nilai Kr = ≥ 0,90 dan Ks = ≥ 0,60 skala dianggap bagus (layak).

Praktikum BK Sosial : HASIL OBSERVASI KE KOMUNITAS KAMPUNG PEMULUNG MUJA MUJU TIMOHO


  A.    TEORI
Dalam observasi yang kami lakukan di daerah kampung pemulung sedikitnya terdapat dua teori yang coba kami acu dalam pembahasan laporan ini yaitu teori perilaku dan teori belajar sosial dan tiruan. Mengacu  pada pendapat yang dikemukakan oleh Skinner (1938) perilaku merupakan respon atau perilaku seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Sedang Notoamojo (2007) mendefinisikan perilaku sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat,bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).

Jurus Belajar yang Efektif dan Efisien

Pada dasarnya, Belajar merupakan aktivitas manusia yang berlangsung hingga akhir kehidupannya. Setiap manusia terus menerus mempelajari sesuatu, khususnya yang berkaitan dengan keinginan untuk mencapai tujuan, keterampilan, dan pengetahuan tertentu. Gaya belajar adalah kebiasaan belajar yang dimiliki oleh seseorang. Gaya belajar seseorang merupakan kombinasi dari cara seseorang menyerap, mengair, dan mengolah informasi.

20.01.13



Terhitung ini kali kedua aku menginjakkan kaki di surabaya. Mengawali perjalanan dari madiun dengan kereta Arjuna Ekspress jam 4 pagi dan sekitar tiga jam kemudian tibalah di stasiun tujuan, stasiun gubeng surabaya. Selanjutnya, taksi membawa kami menyusuri kepadatan jalanan kota surabaya menuju tempat verifikasi berkas.

Hajatan akbar penerimaan CPNS Daerah dari pelamar umum Kota Surabaya menjadi alasan kami di kota itu. Tahapan yang tidak mungkin ditinggal, verifikasi berkas, pengecekan kelengkapan dan kesesuai berkas aplikasi untuk selanjutnya ditukar dengan sepotong kartu ujian.

Tiba di loksi verifikasi, gedung wanita chandra kencana, kami disambut dengan sekitar ratusan peserta yang telah datang terlebih dahulu ditempat itu. Segera saja kami ikut dalam antrian pengambilan nomor urut verifikasi yang sekaligus terdapat lembar cek list kelengkapan syarat administrasi.  Setidaknya terdapat tiga jalur antrian, lajur dengan stopmap merah tentu saja diisi antrean pelamar dari tenaga pendidik, selanjutnya lajur dengan antrean stopmap kuning merupakan antrean tenaga kesehatan, dan terakhir lajur stopmap biru dengan antrean pelamar tenaga teknis.

Praktikum BK sosial : Observasi Buruh Gendong Pasar Beringharjo



HASIL OBSERVASI KE KOMUNITAS BURUH GENDONG PEREMPUAN DI PASAR BRINGHARJO
A.    TEORI
Teori yang dibangun dalam komunitas buruh gendong perempuan di pasar Bringharjo ini diantaranya yaitu urbanisasi, psikologis, sosial, dll. Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota. Para ibu-ibu yang bekerja menjadi buruh gendong ini berurbanisasi dari desanya masing-masing meuju ke kota Yogyakarta untuk membantu suami mencari nafkah agar kebutuhan ekonominya tercukupi. Pada umumnya yang menjadi buruh pengangkut barang dipasar-pasar yang lain diluar kota Yogyakarta merupakan para kaum laki-laki, tetapi uniknya di pasar Bringharjo ini yang menjadi buruh angkut ialah para kaum perempuan. Beliau tidak ragu-ragu atau malu-malu bekerja menjadi buruh gendong yang biasanya pekerjaan angkut-angkut seperti ini dilakukan oleh kaum laki-laki. Para buruh gendong harus  berusaha saling toleransi antara para buruh gendong yang lain tidak saling berebut dan musuhan dalam mencari pelanggan.

Skala Likert



Method of Summated Rating atau sering disebut dengan skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umumnya digunakan dalam quesioner dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset pendidikan yang berupa survey. Dalam penggunanan skala ini, hanya item-item yang pasti bersifat baik dan pasti bersifat buruk yang digunakan. Dalam pemberian skor pada setiap item, biasanya responden menyatakan dengan pernyataan setuju, tidak setuju, tidak punya pilihan,, sangat setuju, atau sangat tidak setuju. Nilai angka yang ditetapkan untuk setiap responden tergantung pada tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan responden pada setiap item. Total skor setiap responden merupakan penjumlahan skor respons yang hasilnya ditafsirkan sebagai posisi responden. Skala Likert menggunakan ukuran skala ordinal sehingga dapat membuat ranking walaupun tidak diketahui berapa kali seorang responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya. 

Cara Mengurus SKCK


Pada umumnya sebagai bagian persyaratan dalam melamar pekrjaan turut juga disertakan Surat Keterangan Catatan Kepolisian atau yang biasa disingkat SKCK. Beberapa hal yg wajib dipersiapakan dalam mengurus SKCK diantara sebagai berikut :

  • Pemohon datang sendiri
  • Foto copy Kartu tanda Penduduk (KTP)
  • Foto copy KK
  • Pas Foto berwarna 4 x 6 sejumlah 4 lembar
  • Surat keterangan dari dari desa setempat yang ditanda tangani oleh Lurah dan camat setempat
  • Sidik jari identifikasi dari polres setempat

Sebagai tambahan, permohonan SKCK untuk keperluan ke luar negeri wajib menyertakan surat ijin keluarga yang diketahui oleh Kades setempat. Selanjutnya Polres membuatkan rekomendasi untuk diteruskan ke Polda.

Biaya yang dibebankan dalam mengurus sebesar Rp. 10.000,- di Polres. Selebihnya juga perlu disiapkan ‘sumbangan’ untuk desa, kecamatan maupun Polsek setempat. Biasanya ngasih seiklasnya.

PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA


Abstraksi
Mulainya perkembangan seksual remaja yang menyebabkan keingintahuan yang tinggi terhadap masalah seksualitas sehingga memunculkan dorongan seks aktif (sex drive) untuk merasakan kenikmatan seksual  (Mahati, 2001; Gusmiarni, 2000; Aminudin, dkk:1997). Berbagai faktor eksternal maupun internal turut mempengaruhi perilaku seksual remaja. Akibatnya, remaja beresiko terhadap perilaku seksual tidak sehat dan beresiko tinggi berupa tindak seks bebas di usia dini, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) aborsi, hingga infeksi menular seksual (IMS) di kalangan remaja. Berbagai penelitian dan lembaga mencatat adanya peningkatan perilaku seksual beresiko pada remaja.
Kata kunci : remaja, perilaku seksual

Motivasi Menulis


Menulis bagi sebagian orang merupakan hal yang begitu sulit untuk dilakukan. Hal tersebut juga tak lepas dari intelegensi dan kecerdasaan pada seseorang, dalam arti bukan seseorang yang dikotomi berdasarkan pada test IQ, tapi lebih pada vokasional dasar pada orang tersebut. Semisal kecerdasan dalam verbal, psikomotorik, berhitung, dan lain sebagainya.

Menulis merupakan tindakan mengungkapkan gagasan, ide, maupun persaan dalam bentuk kata kata yang tercetak. Pernah saya jumpai sebuah ungkapan “verba volant scripta manent,” sesuatu yang terucap akan pudar, sedang yang tertulis akan abadi. Tak ada yang salah dalam ungkapan tersebut, bahkan memang benar adanya tentang gagasan tersebut.

Tapi terlepas dari bentuk-bentuk kecerdasan pada seseorang ataupun pengertian dalam menulis itu sendiri, ada hal yang ingin kami sampaikan dalam tulisan ringkas ini. Seperti yang selama ini selalu saya dengar, tips dalam menulis adalah menulis itu sendiri. Menulis dan terus menulis. saya teringat pada salah satu training penulisan yang pernah saya ikuti semasa SMA dulu, khususnya pada bidang kejurnalistikan atas kerjasama dengan salah satu media masa terkenal di Jawa Timur. Seharian saya mengikuti serangkaian proses bagaimana suatu surat kabar itu berupa awal cerita-cerita yang beredar di masyarakat bisa bertransformasi menjadi lembaran dan sampai di tangan kita. Proses yang saya nilai panjang melelahkan dan panjang hanya dalam hitungan sekian puluh jam.

Yang saya dapati dari pelatihan tersebut setidaknya memunculkan penilaian bahwa jurnalisme adalah dunia yang berat. Dikejar-kejar deadline dan tekanan tinggi, belum lagi menghadapi tuntutan dan komplain dari pemberitaan kita, itu bagi para reporter. Sore harinya editor dituntut mampu menyeimbangkan pemberitaan, potong tambah dalam proses editing dan tentunya punya referensi luas terkait hal-hal yang diberitakan. Selepas itu proses layouting menunggu dan tentunya masih juga dibutuhkan penyesuaian kanan kiri lagi agar terciptanya tampilan yang proporsional.

Tengah malam itu juga percetakan melaksanakan tugasnya, dengan mesin-mesin dan gulungan roll kertas besar. Diluar itu tim ekpedisi, penyalur surat kabar yang telah tercetak dan tertata sedemikian rupa bergerak menuju agen-agen di berbagai daerah. Di agen pun telah bersiap para loper untuk mendistribusikannya ke tangan pembaca. Dan siklus itu terus berulang dan menjadi keseharian hidup mereka.
 Kerjakeras mereka menjadi sangat berarti bagi kita, dari pemberitaan yang mereka sampaikan, pencerahan, pencerdasaan masyarakat. Kesemuanya itu menjadi hal yang mempunyai makna lebih. Setidaknya itulah motivasi bagi kami sebagai biggener writter. Jauh dari kata produtif bila melihat kondisi bagi seorang pemula, tapi setidak ada mimpi yang hendak diraih. Kapabilitas mengungkapkan dalam bentuk tulisan, kreatif, dan tentunya berdaya guna serta mencerahkan dalam integritas.

Kata yang tidak asing lagi di telinga kita, “semua kembali pada diri seseorang masing.” Begitu juga menulis, ajang mengejar reputasikah, komersial dan berdaya jual, pencerahan, atau alasan paling sederahana belajar. Semua itu ada pada main aim (tujuan utama) dan kembali pada masing. Menentukan tujuan dan landasilah tujuan itu kebaikan, meski apa pun tujuan itu. Sedikit menambahkan, hambatan klasik dalam produktivitas menulis  kita selalu mengatasnamakan kesibukan. Sebuah kata-kata dari John Esposito Orang paling sibuk adalah orang yang paling produktif”.

Kesadaran Perilaku Seksual Sehat Mahasiswa


Headline di Jogjapolitan (20/4) mengenai pemberitaan tentang aborsi yang kebanyakan pasiennya berasal dari mahasiswi tanpa sadar menarik perhatian kami untuk mengetahui lebih lanjut serta mengetahui fakta-fakta apa saja didalamnya.

Aborsi merupakan satu dari sekian banyak akibat yang dimunculkan dari adanya perilaku seks pra nikah atau yang lebih dikenal dengan istilah seks bebas. Secara sederhana seks pra nikah dapat dipahami sebagai suatu hubungan yang yang dilakukan baik secara mandiri (tanpa pihak ke-2) maupun dengan orang lain baik itu lawan jenis maupun lawan jenis. Tindakan semacam ini merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan bologis serta ada dorongan dari rasa keingintahuan yang kerap muncul pada usia remaja.

(Mungkin) Ini Untukmu

“…Mungkin beberapa bulan lalu ada tidaknya kamu itu gak berpengaruh apa pun. Tapi kan sekarang beda, aku terbiasa ada dan dengan kamu…” [11 Oktober 2011, 10:01 PM] pesan itu lagi lagi menyita perhatian Iras, malam pergi meninggalkannya pelan untuk menghampiri pagi meski itu terlalu pekat untuk bisa menemui mentari.

29062012


“Akhirnya!,” dalam hati kuteriakkan kata itu. Gemetaran tangan ini mengisi dua lembar form persetujuan pembimbing tugas akhir skripsi. Menyaksikan nama, nim, dan judul tertulis di buku besar. Perasaaan yang tak karuan beraduk ditempat itu, saat itu juga. Jumat, 29 juni 2012 menjadi hari yang berkesan.
Agaknya bukan hal yang perlu dibanggakan jika judul yang diajukan baru ditolak dua kali, aku yakin pasti masih banyak kakak kelas yang harus mengulang hingga petemuan kelima baru di-ACC judulnya atau justru hingga kini masih ada kakak kelasku yang lain yang masih harus berkutat dengan bagaimana menyusun rangkaian kata kata menjadi judul yang baik, pusing dengan variable apa saja yang mau di angkat, atau juga bingung treatment mana saja yang harus dipakai dalam penelitiannya. Sekalipun jumlah pastinya aku tak sepenuhnya tahu, korban penolakan dari kajur lama pasti di tahun juga masih banyak yang menumpuk.

Sejatinya tak banyak hal yang aku harus presentasikan ketika mengajukan judul. Pertemuan pertama aku dibantai mengenai apa pentingya aku mengangkat faktor demograpfi yang larinya pada pembandingan antara laki laki dan perempuan. Judul yang aku angkat beliau nilai sebagai penelitan diskriminatif terhadap gender dan hal itu sudah basi untuk saat ini. Mental tahan banting yang aku jadikan sebagai variable independent dianggapnya sebagai kata yang kurang operasional. Kenapa tidak pakai versi aslinya, hardiness, nilainya. Jenis penelitian yang semula kuanggap sebagai penelitian korelasional dikritik beliau. Ia menganggap judul Mental Tahan Banting pada Siswa Sma Negeri 3 Yogyakarta Ditinjau Dari Efikasi Diri Akademik dan Faktor Demografi sebagai penelitian yang arahnya komparatif. Entahlah.

Di kesempatan kedua, setelah mendapatkan masukan dari beberapa teman dan diskusi singkat kini ada sedikit hal yang kurubah dalam judul. Mencoba bermain dengan tiga variable dan masih dalam arah korelasional. Hasil utama dari pertemuan kali itu cara pengajuan judulku dianggapnya terlalu pelit. Dari yang aku tangkap, inginya ada semacam deskripsi singkat mengenai variable yang aku angkat serta dimana titik singgung dari variable itu. Agaknya Ia tak berminat jika aku menjelaskan judul itu dengan bahasa verbalku. Satu hal yang pasti  ia menertawakan judul dengan tiga variable yang aku pilih. Judul Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga, Efikasi Diri Akademik, dan Hardiness pada siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta ditolak.

Mulai timbul perasaan enggan setelah sempat dua kali ditolak, berbenturan dengan jadwal ujian dan mencoba mencari momen yang tepat berselang tiga minggu aku mencoba memberanikan diri kembali untuk mengkonsultasikan judul versi ketigaku. Sesuai dengan permintaannya yang lalu selembar kertas dengan isi nama, nim, dan uraian singkat mengenai setting penelitian coba kuserahkan padanya. Tak banyak sebenarnya kritik yang terlontar, poin pertama ia menanyakan mengapa selalu menggunakan kata “pada” dalam judul yang diangkat tersebut, kedua ia mempertanyakan mengenai caraku dalam mengambil kutipan pengertian suatu variable, dan terakhir ia menanyakan hubungan dari dua variable yang aku ajukan tersebut. Tak sepenuhnya sempurna memang judul itu, terlebih mengapa hanya memilih siswa di SMAN 3 Yogyakarta saja. Hubungan Sosial Keluarga dengan Efikasi Diri Akademik Siswa dari Kalangan Keluarga Miskin Sejahtera di SMA Negeri 3 Yogyakarta di terima.

Perasaan Tak Karuan
Diskusi singkat itu berakhir ketika ia melangkah menuju lemari dan mengambil dua carik kertas serta sebuah buku folio bergaris. Disodorkannya padaku dua kertas yang berisikan persetujuan dosen pembimbing. Saat itu pula tepat di urutan ke 071 dituliskannya namaku beserta judul yang telah di-ACC tersebut dalam buku besar yang memuat judul judul skripsi.

Perasaan yang beraduk saat itu, diantara senang dan kaget. Kertas yang kuisi dengan biodataku itu kutulis dengan tangan gemetar sembari menenangkan diri sendiri. maka jangan salah jika kertas yang aku tulis itu terkesan berantakan dan sulit terbaca. Kuingat butuh hingga lebih dari lima menit hanya untuk mengisi biodata singkat di dua lembar kertas tersebut.  Kutinggalkan ruangan jurusan dan bergegas mengejar sholat dhuha.

Penutup
Bukan cerita yang mengharu biru memang, hanya saja dari secuil pengalaman itu ada sedikit hal yang aku pahami bahwa aku tengah belajar mengenai bersabar, dan tentu saja mengenai indahnya diterima setelah merasakan tidak enaknya ditolak. Seolah saat itu terasa sangat melegakan, hal yang tentu tidak akan aku rasakan bila dalam sekali aku mengajukan saat itu juga aku diterima. Kita memang tidak perlu memahami kebahagiaan dengan merasakan kekecewaan terlebih dahulu. Namun kekecewaan akan mengajarkan kita mengenai kebahagiaan.

Dari pengalaman itu pula aku belajar untuk menunggu. Hal yang tentu sebentar lagi akan segera aku temui ketika harus meluangkan ekstra waktu untuk mengkonsultasikan progres report-ku  dalam pengerjaan skripsi. Akan butuh banyak waktu, lebih banyak dan lebih lama dibandingkan saat saat aku menunggu untuk bertemu kajur. Aku sedikit mampu memahami bagaimana rasanya harus meluangkan waktu yang cukup banyak untuk mengkonsultasikan skripsi. Aku juga tergerak untuk memahami bagaimana tekanan batin dari mahasiswa angkatan lama yang masih berkutat dengan bimbingan skripsinya yang tak kunjung selesai.

Awal yang baik ini tentu tidak akan berarti apa pun jika aku gerak lambat paska ini. Butuh kerja dan semangat yang stabil untuk memulai proyek ini. Masih banyak kajian masalah dan berbagai referensi yang harus aku kumpulkan. Belum lagi diskusi dengan beberapa teman, dosen, atau siapa pun yang kuanggap ahli dibidangnya. Target menyelesaikan skripsi selama 6 bulan dihitung dari sekarang.

Menyusun Laporan Penelitian

A.      PENDAHULUAN
Penulisan laporan hasil penelitian tidak terlepas dari keseluruhan tahapan kegiatan dan unsur unsur penelitian. Kemampuan melaporkan hasil penelitian merupakan suatu tuntutan mutlak bagi seorang peneliti. Hal ini menempatkan kedudukan pembahasan ini menjadi suatu yang tidak kurang pentingnya dibandingkan dengan bab-bab lainnya.

Laporan hasil penelitian merupakan langkah terakhir yang sangat menentukan apakah suatu peneltian yang sudah dilakukan baik atau tidak. Dapat dibayangkan bila penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metoda yan gbenar, mengumpulkan data dengan sebaik mungkin, serta mengolah dan menganalisa data yang ada dengan sempurna namun dalam menyajikannya dalam sebuah laporan tidak dilakukan dengan sempurna.

Tampilan laporan sangat perlu untuk diperhatikan. Informasi yang berharga sekalipun bila disajikan dalam penampilan yang kurang menarik pun menjadikan seolah laporan tersebut tidak berguna karena tidak menarik minat untuk dibaca. Ketidakmampuan pembaca dalam membaca laporan menjadikan seolah segala tindakan yang telah dilakukan selama penelitian menjadi tidak tampak.

  B.      PERBEDAAN ANTARA PROPOSAL DAN LAPORAN HASIL PENELITIAN
Propsal merupakan usulan kegiatan yang akan dilakukan, sedangkan laporan hasil penelitian merupakan media bagi peneliti untuk mengkomunikasikan kegiatan penelitian yang telah dilakukan dan hasilnya.

Adapun tiga perbedaan utama dalam proposal dan laporan hasil penelitian adalah
1.       Waktu, proposal penelitian berhubungan dengan kegiatan yang akan dilakukan sedangkan laporan penelitian terkait hasil kegiatan yang telah dilakukan.
2.       Hasil, propsal berhubungan usulan kegiatan yang berusaha meyakinkan pemesan untuk mempercaya proyek penelitiannya. Sedang laporan mengkomunikasikan apa yang telah dilakukan atas masalah, teori, metodologi penelitian, hasil penelitian, serta rekomendasi atas dasar penelitian yang telah dilakukan.

3.       Unsur, beberapa perbedaan unsur diantara keduanya adalah

JUDUL PENELITIAN
JUDUL PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
B.      Identifikasi masalah
C.      Pembatasan masalah
D.      Perumusan masalah
E.       Manfaat penelitian
BAB I PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
B.      Identifikasi masalah
C.      Pembatasan masalah
D.      Perumusan masalah
E.       Manfaat penelitian
BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A.      Deskripsi teori
B.      Kerangka berfikir
C.      Pengajuan hipotesis
BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A.      Deskripsi teori
B.      Kerangka berfikir
C.      Pengajuan hipotesis
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.      Tujuan penelitian
B.      Tempat penelitian
C.      Populasi dan sample
D.      Metode penelitian
E.       Teknik pengumpulan data
1.       Pengembangan spesifikasi
a.       Jenis instrumen
b.      Jumlah butir
c.       Aturan skoring
d.      Kriteria uji coba
e.      Peserta uji coba
f.        Waktu uji coba
g.       Definisi konseptual
h.      Definisi operasional
i.         Kisi kisi
2.       Penulisan butir
3.       Uji coba instrumen
4.       Kaliberasi

         Teknik analisa hasil
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.      Tujuan penelitian
B.      Tempat penelitian
C.      Populasi dan sample
D.      Metode penelitian
E.       Teknik pengumpulan data
1.       Pengembangan spesifikasi
a.       Jenis instrumen
b.      Jumlah butir
c.       Aturan skoring
d.      Kriteria uji coba
e.      Peserta uji coba
f.        Waktu uji coba
g.       Definisi konseptual
h.      Definisi operasional
i.         Kisi kisi
2.       Penulisan butir
3.       Uji coba instrumen
4.       Kaliberasi
          Teknik analisa hasil

BAB IV HASIL PENELITIAN

A.      Deskripsi data
B.      Teknik analisis data
C.      pembahasan

BAB V PENUTUP

A.      kesimpulan
B.      saran

  C.      MANFAAT, FUNGSI DAN JENIS LAPORAN HASIL PENELITIAN
Adapun beberapa manfaat dari pembuatan laporan hasil penelitian adalah
a.       Sebagai keperluan studi akademis. Hal ini sebagaimana disyaratkan bagi mahasiswa baik dalam tingkat S1, S2, maupun S3 sebagai tuntutan akademik.
b.      Pengembangan ilmu pengetahuan, adapun lembaga yang berkutat dalam hal ini seperti LIPI dan lembaga sejenis lainnya. Juga ditingkat daerah serta lembaga penelitian di perguruang tinggi yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
c.       Untuk memenuhi keperluan lembaga masyarakat, lembaga pemerintahan, dan lembaga bisnis tertentu. Terkadang penelitian demikian rawan dengan apa yang disebut dengan penelitian “titipan” dimana hasil yang ingin dicapai terkadang disesuaikan dengan si pemesan penelitian. Hal ini biasanya terjadi di ranah politik maupun untuk keperluan strategi dagang.
d.      Publikasi ilmiah, hal ini lebih terkait dengan publikasi karya dalam bentuk majalah ilmiah atau jurnal ilmiah. Umumnya untuk dilakukan menunjang proses kanaikan jabatan profesional.

Fungsi-fungsi penulisan laporan ilmiah terkait dengan jenis dan bentuk laporan itu sendiri. pertama laporan yang dilakukan oleh mahasiswa S1 pada masa akhir studinya merupakan skripsi, mahasiswa S2 merupakan tesis, dan mahasiswa tingkat studi S3 menyusun desertasi. Kedua : publikasi ilmiah. Karya ini biasanya berbentuk jurnal. Aturan penulisan dalam jurnal ilmiah memiliki tata cara tersendiri dan berbeda dengan karya semacam tesis maupun deserti. Aturan gaya penulisan dalam Jurnal ilmiah leboh longgar bila dibandingkan dengan tesis maupun desertasi. Ketiga : bentuk eksekutif. Bentuk laporan penelitian ini ditujukan kepada para pembuat keputusan atau kebijaksanaan. Dari segi pembaca maupun pemakai hasil penelitian berbeda dengan fungsi diatas. Pemakaian hasil penelitian umumnya digunakan selama kehidupan profesionalnya. Laporan ini minim dengan istilah istilah ilmiah, disampaikan secara ringkas dan padat, dan bersifat argumentati serta persuasif. Keempat : ilmiah populer. Hasil ini ditujukan untuk masyarakat awam. Umumnya dipublikasikan melalui artikel di dalam surat kabar. Disajikan secara sederhana, mudah dipahami, singkat, namun tidak mengesampingkan inti hasil penemuan.


yocta nur rahman



Daftar Pustaka
·         Mantra, Ida Bagoe. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
·         Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
·         Prasetyo, Bambang. 2006. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo
·         Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar